Seorang muslim harus senantiasa menyadari bahwa kehidupan dan kematian adalah ujian dari Allah Ta’ala. Allah mengaruniakan kepada umat manusia nikmat umur dan kehidupan di muka bumi, agar mereka berlomba-lomba mengupayakan amal yang terbaik, sebagai bekal setelah mereka mati kelak. Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Dialah Allah Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan agar Allah menguji kalian, siapakah diantara kalian yang paling baik amalnya?” (QS. Al-Mulk [67]: 2)
Hasil dari amal perbuatan manusia semasa hidup di dunia, baru akan ia dapati di akhirat kelak setelah ia dibangkitkan dari alam kubur. Kehidupan akhirat setelah kematian dunia itulah yang menjadi tolok ukur yang sebenarnya, apakah pahala ataukah dosa yang akan mereka dapatkan, apakah surga ataukah neraka yang mereka raih?
Modal utama bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia ini adalah nikmat umur. Dengan umurlah manusia belajar, bekerja, dan meraih cita-cita. Dengan umurlah manusia mengupayakan amal terbaik ataupun amal terburuk. Dengan umurlah manusia mengejar ridha Allah atau bahkan terkena murka-Nya. Umur adalah sawah-ladang tepat manusia menanam amal.
Maka pertanyaan yang harus senantiasa kita ajukan kepada diri kita masing-masing, adalah bagaimana kita mensyukuri nikmat umur? Bagaimana kita mengisi umur kita? Rencana-rencana apa yang telah kita susun untuk memberdayakan umur kita? Amal-amal apa yang telah kita lakukan untuk memaksimalkan umur kita? Sudahkah kita berhasil menukarkan umur kita dengan pahala di sisi Allah dan ridha-Nya?
Setiap orang mendapatkan jatah umur yang berbeda-beda. Ada orang yang dikaruniai umur yang sangat pendek, ada juga yang dikaruniai umur yang sangat panjang.
Ada orang yang baru dalam kandungan berupa janin, sudah keguguran dan meninggal sebelum menghirup udara. Ada orang yang begitu keluar dari rahim ibunya dan menghirup udara dunia, dalam hitungan menit, jam atau hari setelahnya ia meninggal dunia. Ada orang yang meninggal di usia balita dan kanak-kanak. Ada orang yang meninggal sebelum mencapai usia baligh.
Mereka yang tidak dikaruniai umur panjang ini tidaklah rugi sedikit pun, meskipun kesempatan mereka untuk beramal hanya sebentar. Sebab, anak-anak yang mati sebelum usia baligh tersebut dalam hadits shahih riwayat imam Bukhari disebutkan akan berada di surga, bersama dengan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, menunggu kedatangan orang tua mereka kelak jika mereka menjadi para penghuni surga.
Justru yang harus senantiasa khawatir akan nasibnya di akhirat kelak adalah orang-orang yang dikaruniai usia melewati usia baligh. Orang yang melewati usia baligh akan menjalani proses hisab (perhitungan amal) masing-masing. Setiap amal perbuatan yang dilakukan oleh orang yang berusia baligh akan ditanggung oleh dirinya sendiri. Jika amal perbuatannya baik, maka ia akan mendapatkan pahala. Dan jika amal perbuatannya buruk, maka ia akan mendapatkan dosa.
Nasib setiap orang yang telah berusia baligh di akhirat kelak akan ditentukan oleh perbandingan antara amal kebaikan dan amal keburukan yang ia lakukan; antara dosa dan pahala yang ia raih. Jika amal kebaikannya lebih banyak dan lebih berat, maka ia akan meraih ridha Allah dan masuk surga-Nya. Adapun jika amal keburukannya lebih banyak dan lebih berat, maka ia akan mendapatkan murka Allah dan neraka-Nya. Sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala:
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ (6) فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ (7) وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ (8) فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ (9) وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ (10) نَارٌ حَامِيَةٌ (11)
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (yaitu Surga). Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (yaitu) api yang sangat panas.” (QS. Al-Qari’ah [101]: 6-11)
Berapa tahun usia kita tidaklah menjadi persoalan. Tidak masalah kita dikaruniai umur yang panjang atau umur yang pendek. Diberi umur 15 tahun, 20 tahun, 30 tahun, 40 tahun, 50 tahun, 60 tahun, atau lebih dari itu, atau kurang dari itu; bukanlah sebuah masalah.
Yang menjadi masalah, adalah bagaimana kita mensyukuri dan mengisi nikmat umur tersebut. Selama kita bisa mengisi umur kita dengan amal-amal yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala, maka panjang dan pendeknya umur tidak akan berpengaruh. Sebab, ridha Allah dan surga-Nya insya Allah telah disediakan oleh Allah Ta’ala untuk kita.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka itu adalah para penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah [2]: 82)
Sebaliknya, selama kita mengisi umur kita dengan amal-amal yang dibenci dan dimurkai oleh Allah Ta’ala, maka panjang dan pendeknya umur kita tidak akan berpengaruh apa-apa. Sebab, murka Allah dan neraka-Nya telah menanti kita. Nau’dzu billahi min dzalik. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
بَلَى مَنْ كَسَبَ سَيِّئَةً وَأَحَاطَتْ بِهِ خَطِيئَتُهُ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
(Bukan demikian), yang benar. Barangsiapa berbuat dosa dan ia telah dikepung oleh dosanya, mereka itulah para penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah [2]: 81)
Mari kita senantiasa saling menasehati dan mengingatkan untuk beramal kebajikan, dengan niat yang ikhlas dan mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Semoga kita diberi hidayah, kekuatan, semangat, dan kemudahan untuk senantiasa beramal kebaikan; sehingga kita bisa menjadi sebaik-baik manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits:
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ قَالَ فَأَيُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ
Dari Abu Bakrah RA bahwasanya ada seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah SAW, siapakah manusia yang paling baik itu?” Beliau menjawab: “Sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang usianya dan baik amal perbuatannya.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Lalu siapakah manusia yang paling buruk?” Beliau menjawab: “Seburuk-buruk manusia adalah orang yang panjang usianya dan buruk amal perbuatannya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)