HUKUMAN BAGI PRODUSEN MINUMAN KERAS
Sedikitnya 91 orang tewas akibat mengonsumsi minuman keras miras oplosan. Jumlah itu merupakan total korban berdasarkan laporan Polda Metro Jaya dan Polda Jabar selama dua pekan pertama bulan April 2018. Sebanyak 58 korban jiwa di antaranya berasal dari wilayah Jabar. Sementara 33 orang tewas berasal dari wilayah Jakarta. Ratusan korban lainnya harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Materi Lebih Penting Dari Agama dan Nyawa
RUU minuman beralkohol (minol) yang telah bergulir dari tahun 2015 sampai saat ini masih menjadi pembahasan yang cukup panjang dan alot oleh DPR RI. Alasannya, cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) atau disebut juga dengan Etanol hingga saat ini masih menyumbang pemasukan untuk negara yang cukup besar. Berdasarkan data yang ditunjukkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, capaian penerimaan negara dari cukai MMEA pada tahun 2017 mencapai Rp 5,6 Triliun.
Kasubdit Perizinan dan Fasilitas Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Tedi Himawan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (13/4/2018) menjelaskan bahwa data pengusaha Minol pabrik MMEA ada sebanyak 87 perusahaan, sedangkan importer MMEA sebanyak 16 perusahaan, penyalur MMEA sebanyak 865 perusahaan dan Tempat Penjualan Eceran (TPE) MMEA sebanyak 3.659.
Pengurus Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran, Food, and Beverage, Bambang Britono mengatakan bahwa pihaknya menolak pelarangan minumas keras di Indonesia. Minuman beralkohol, menjadi salah satu penopang berjalannya bisnis pariwisata. Jika minuman beralkohol dilarang, baik minuman alkohol yang diproduksi oleh industri modern maupun minuman tradisional di beberapa daerah, maka akan menjadi kerugian di bidang pariwisata.
Legalisasi Minol di Indonesia merupakan konskuensi logis dari ideologi sekuler dan ekonomi kapitalis yang dianut oleh negara ini. Demi mengejar pemasukan negara dan keuntungan bisnis perhotelan yang sangat besar, minuman keras dilegalkan oleh undang-undang. Asalkan menghasilkan keuntungan materi yang besar, maka rusaknya akal rakyat, bobroknya moral mereka, dan bahkan hilangnya nyawa mereka tidaklah menjadi persoalan yang patut dipertimbangkan oleh negara.
Allah ‘Azza wajalla memberikan jawaban tegas atas ideologi sekuler dan paham ekonomi kapitalis tersebut dengan firman-Nya, “Mereka bertanya kepadamu tentang minuman keras dan perjudian. Katakanlah di dalam dua perkara tersebut terdapat dosa yang besar, sekaligus manfaat-manfaat bagi manusia. Namun dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah: 219)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah melaknat khamr, orang yang meminum khamr, orang yang menuangkan khamr (bartender), orang yang memeras (memproduksi) khamr, orang yang meminta dibuatkan khamr, orang yang mengangkut khamr, orang yang diangkut kepadanya khamr, dan orang yang menikmati hasil penjualan khamr.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Al-Baihaqi)
Sanksi Untuk Produsen dan Pengedar Minuman Keras
Menurut syariat Islam, mengonsumsi minuman keras, narkoba, dan hal-hal sejenisnya yang memabukkan adalah perbuatan dosa besar. Sanksi hukum untuk orang yang mengsonsumsinya adalah dijatuhi hukuman cambuk sebanyak 40 kali sampai 80 kali. Berdasar hadits dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjatuhkan hukuman cambuk 40 kali terhadap peminum minuman keras. Abu Bakar menjatuhkan hukuman cambuk 40 kali terhadap peminum minuman keras. Adapun Umar bin Khatab menjatuhkan hukuman cambuk 80 kali terhadap peminum keras. Masing-masing bilangan hukuman tersebut sesuai sunnah.” (HR. Muslim, Abu Daud, An-Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Jika orang yang mengonsumsi minuman keras saja mendapatkan hukuman cambuk 40 – 80 kali, maka para produsen, distributor, dan pengedar minuman keras lebih layak untuk mendapatkan hukuman yang lebih berat. Sebab, mereka memiliki andil sangat besar bagi merajalelanya para pecandu minuman keras. Bahkan, pada kasus miras oplosan di bulan April 2018 di atas, hasil produksi dan distribusi mereka menewaskan 90 orang lebih, dan menyebabkan ratusan lainnya menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Dalam fikih Islam, jenis hukuman untuk para produsen, distributor, dan pengedar minuman keras tersebut—baik yang menurut pemerintah legal maupun illegal—tidak disebutkan secara tekstual dalam Al-Qur’an maupun hadits nabawi. Maka jenis hukumannya disebut ta’zir, dan diserahkan kepada ijtihad ulil amri dan ulama. Ulul Amri dan ulama berhak menjatuhkan hukuman seberat-beratnya, termasuk di dalamnya hukuman mati, untuk membuat jera para produsen, distributor, dan pengedar minuman keras. Hal itu demi menjaga kesalehan agama, keselamatan nyawa, kesehatan akal, dan terjaganya harta rakyat. Wallahu a’lam [Diambil dari website hujjah]