allah menutupi aib kita“Berbahagialah orang yang disibukkan dengan aibnya sendiri, sehingga ia tidak sempat memperhatikan aib orang lain.” (HR Al-Bazzar, dengan Sanad hasan)

 

Sahabat, sesungguhnya Allah senantiasa menutupi aib yang ada pada diri kita, maka janganlah sekali-kali kita sibuk mengorek aib orang lain padahal aib diri sendiri yang begitu banyaknya telah Allah tutupi.

 

Termasuk kesalahan besar juga adalah seseorang yang menampakkan aib dirinya sendiri dengan maksud agar tidak disebut munafik. Ia membongkar sendiri aib dan maksiat yang ia lakukan padahal Allah telah merahasiakannya.

 

“Saya bukan orang munafik yang ketika di hadapan banyak orang berbuat amal shaleh, banyak bersedekah, banyak berdzikir, tapi ketika sendirian justru banyak bermaksiat! Inilah saya apa adanya, baik sendirian ataupun di keramaian saya tidak malu memperlihatkan diri saya yang apa adanya!”

 

Padahal Rasulullah shalallaahu’alaihi wassalam telah mengabarkan bahwa seseorang yang terang-terangan dan tidak lagi malu-malu dalam berbuat maksiat termasuk golongan yang takkan diampuni kesalahannya. Na’udzubillah min dzalik.

 

“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di paginya ia berkata: wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu –padahal Allah telah menutupnya- dan di pagi harinya ia membuka tutupan Allah atas dirinya.” (HR. Bukhari Muslim)

 

Jelas bahwa Allah menghendaki hambaNya merasa malu dan menyesal setelah bermaksiat, itulah sebabnya Allah menutupi aib kita, mengapa kita kemudian mau membongkarnya di hadapan manusia dengan terang-terangan dan tanpa secuil rasa malu?

 

Dikisahkan bahwa pada zaman Nabi Musa ‘alaihis salam, Bani Israil ditimpa musim kemarau yang berkepanjangan. Mereka pun berkumpul mendatangi Nabi Musa.

 

“Wahai Musa, berdoalah kepada Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami!” Maka berangkatlah Nabi Musa ‘alaihissalam bersama kaumnya menuju padang pasir yang luas bersama lebih dari 70 ribu orang. Mulailah mereka berdoa dengan kondisi yang lusuh penuh debu, haus dan lapar.

 

Musa berdoa, “Wahai Tuhan kami turunkanlah hujan kepada kami, tebarkanlah rahmat-Mu, kasihilah anak-anak dan orang-orang yang mengandung, hewan-hewan dan orang-orang tua yang rukuk dan sujud.”

 

Namun sungguh aneh, tetap saja langit terang benderang, matahari justru bersinar makin kemilau. Kemudian Musa berdoa lagi, “Wahai Tuhanku berilah kami hujan!”

 

Allah pun berfirman kepada Musa, “Bagaimana Aku akan menurunkan hujan kepada kalian sedangkan di antara kalian ada seorang hamba yang bermaksiat sejak 40 tahun yang lalu. Keluarkanlah ia di depan manusia agar dia berdiri di depan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak menurunkan hujan untuk kalian!”

 

Maka Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, “Wahai hamba yang bermaksiat kepada Allah selama 40 tahun, keluarlah ke hadapan kami, karena engkaulah hujan tak kunjung turun.”

 

Seorang pria melirik ke kanan dan kiri, melihat tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia, saat itu pula ia sadar kalau dirinyalah yang dimaksud sebagai hamba yang telah bermaksiat selama 40 tahun tersebut. Ia pun merasa malu, takut, dan gelisah.

 

Ia berkata dalam hatinya, “Kalau aku keluar ke depan manusia, maka akan terbuka rahasiaku. Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun tak akan turun.”

 

Maka pria itu menundukkan kepalanya karena malu dan menyesal, air matanya pun menetes, ia berdoa kepada Allah, “Ya Allah, Aku telah bermaksiat kepadamu selama 40 tahun, selama itu pula Engkau menutupi aibku. Sungguh sekarang aku bertobat kepada-Mu, maka terimalah taubatku!” isaknya dalam hati yang penuh pengharapan.

 

Tak lama kemudian awan-awan tebal pun bergumpal di atas langit, semakin tebal menghitam lalu turunlah hujan.

 

Nabi Musa keheranan dan berkata, “Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, padahal tak seorang pun yang keluar di depan manusia.”

 

Allah berfirman, “Aku menurunkan hujan disebabkan seorang hamba yang karenanya hujan tak kunjung turun telah bertaubat atas dosa-dosanya.”

 

Musa berkata, “Ya Allah, Tunjukkan padaku hamba yang telah bertaubat itu.”

 

Allah berfirman, “Wahai Musa, Aku tidak membuka aibnya padahal ia bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun, apakah Aku membuka akan aibnya sedangkan ia telah bertaubat kepada-Ku?!”

 

Maasya Allah… Sungguh luar biasa cara Allah menutupi aib hambaNya. Demikian pula Allah selalu merahasiakan aib kita sehingga orang-orang yang berada di sekitar hanya mengetahui hal-hal baik tentang kita dan tak mengetahui maksiat yang sembunyi-sembunyi kita perbuat.

 

Sahabat, inginkah aib kita terus-menerus dirahasiakan oleh Allah bahkan hingga di akhirat kelak? Ada satu cara yang sudah pasti manjur. Yakni tutupilah aib sesama muslim!

 

“Barang siapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudaranya muslim, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya walau ia di dalam rumahnya.” (H.R. Ibnu Majah)

 

Misalnya kita melihat saudara kita melakukan suatu maksiat, alih-alih membongkarnya kepada orang lain, cobalah untuk merahasiakannya dan cukuplah dengan menasehatinya secara empat mata.

 

“Janganlah kamu mengumpat kaum muslimin dan janganlah mengintip aib mereka, maka barang siapa yang mengintip aib saudaranya, niscaya Allah akan mengintip aibnya dan siapa yang diintip Allah akan aibnya, maka Allah akan membuka aibnya meskipun dirahasiakan di lubang kendaraannya.” (HR. at-Tirmidzi)

 

Sahabat, selamat menutupi aib diri dan sesama saudara seiman, mudah-mudahan Allah pun menyembunyikan aib dan maksiat yang sering kita lakukan selama ini. (SH)