Di dalam bab ini disebutkan beberapa dalil pensyariatan mengusap kedua sepatu, karena mengusapnya sudah menggantikan pembasuhannya. Ini merupakan cara thaharoh sesuai syariat Yang disepakati para ulama muslimin, karena banyak Nash syar’iyah yang shahih dan juga mutawatir lagi jelas. Dan segala puji bagi Allah.
Penyimpangan sebagian golongan yang menolak pensyariatan mengusap2 sepatu tidak usah dilihat, begitu pula terhadap hadist-hadistnya untuk menyanggah sekian banyak nash shohih yang jelas dan mutawatir. Mengusap sepatu termasuk rukhsah (keringanan) yang disukai Allah jika dilaksanakan dan termasuk kemudahan syariat Yang toleran ini.
Hadits Kedua Puluh Satu
عن المغيرة بن شعبة رضي الله عنه قال: كنت مع النبي صلى الله عليه وسلم في سفر، فأهويت لأنزع خفيه، فقال: دعهما، فإني أدخلتهما طاهرتين، فمسح عليهما
“Dari Al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, ‘Aku bersama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam suatu perjalanan. Aku menjulurkan tangan untuk melepas dua sepatu beliau. Namun beliau bersabda, ‘Biarkan saja, karena ketika aku memasukkan dua sepatu ini kedua kakiku dalam keadaan suci Lalu beliau mengusap di atas dua sepatu itu.”
Penjelasan Lafazh:
فأهويت لأنزع, artinya aku menjulurkan tangan untuk mengeluarkan dua sepatu dari kaki beliau, untuk mencuci keduanya.
Makna Global:
Al-Mughirah bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam salah satu perjalanan jauh yang beliau lakukan. Ketika beliau mengambil wudhu dengan membasuh muka, kedua tangan dan mengusap kepala, maka Al-Mughirah menjulurkan tangan ke arah sepatu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dia hendak melepasnya agar kedua kaki beliau dapat dibasuh. Namun beliau mencegahnya dan bersabda, “Biarkan saja…” lalu beliau hanya mengusap kedua sepatu itu sebagai ganti dari membasuh kedua kaki.
Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama:
Golongan Syi’ah melakukan penyimpangan karena menolak mengusap sepatu. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Malik dan sebagian shahabat. Tapi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, riwayat tentang penolakan mereka ini lemah. Riwayat yang kuat dari Malik ialah pensyariatan mengusap sepatu, begitu pula yang dilakukan para shahabat sepeninggal beliau dan pendapat mereka yang memperbolehkannya.
Adapun golongan Syi’ah menyalahi ijma’, karena mereka berpegabg kepada qira’ah (bacaan) jarr dari lafazh وارجلكم, sehingga menurut pendapat mereka, lafazh ayat ini menghapus semua hadits yang menjelaskan mengusap sepatu.
Semua umat memperbolehkan mengusap sepatu dan meyakini nya, karena berhujjah kepada As-Sunnah yang mutawatir. Taruhlah qira’ah itu dapat dipakai, maka itu merupakan bentuk majrur untuk penyerta atau untuk membatasi, yaitu untuk mengusap sepatu saja.Rekan-rekan Abdullah bin Mas’ud sangat respek terhadap hadits Jarir bin Abdullah tentang mengusap sepatu, karena dia masuk Islam setelah turun surat Al-Maidah, sehingga ayat ini justru menyanggah pendapat orang yang menolak mengusap sepatu, hanya karena ber dasarkan kepada qira’ah jarr pada lafazh Ibnu Daqiq Al-led berkata, “Pembolehan mengusap sepatu sudah masyhur hingga menjadi syi’ar Ahlus-Sunnah. Maka mengingkarinya merupakan syi’ar ahli bid’ah.”
Kesimpulan Hadits:
- Pensyariatan mengusap sepatu ketika wudhu, yang dilakukan dengan sekali usapan dengan tangan, hanya di bagian atas sepatu dan tidak bagian bawahnya, sebagaimana yang disebutkan dalam berbagai atsar.
- Disyaratkan thaharah ketika mengusap sepatu. Artinya, kedua kaki harus dalam keadaan suci sebelum dipasangi sepatu.
- Dianjurkan untuk berhikmat kepada ulama dan orang-orang yang mulia.
- Disebutkan dalam sebagian riwayat hadits ini, bahwa hal itu terjadi saat Perang Tabuk ketika beliau hendak shalat shubuh.
Sumber : Kitab Syarh Hadist Pilihan ( Bukhari – Muslim ), Penulis : Abdullah bin Abdurrahman Aku Bassam • penerjemah: Kathur Suhardi Cetakan I, Darul Falah-Jakarta, 2002