Seni mengatur diri atau self management adalah sebuah soft skill yang sangat penting dan dibutuhkan oleh seorang penuntut ilmu yang mendambakan kesuksesan dalam belajarnya. Termasuk yang diatur dalam management diri adalah meliputi hal-hal yang seharusnya dilakukan sampai hal-hal yang harus dijauhi baik secara zhahir maupun batin. Ini semua bisa diambil dan diteladani dari para ulama salaf yang telah terbukti kapabilitasnya dalam bidang keilmuan. Berikut ini adalah kiat-kiat me-manage diri -atau dalam kitab ulama salaf disebut dengan adab terhadap diri sendiri-dalam proses belajar:
- Membersihkan hati dari kotoran dan penyakit hati
Diantaranya adalah seperti seperti hasad, dendam, benci dan sombong dan akhlak tercela lainnya. Para ulama mengatakan bahwa menuntut ilmu seperti shalat tak nampak yang dilakukan dalam hati. Sebagaimana shalat yang tak sah dilakukan ditempat yang najis, maka menuntut ilmu juga tidak sah jika dilakukan di hati yang najis oleh kotoran-kotoran hati. Sahl bin Abdullah mengatakan, bahwa cahaya Allah (ilmu) diharamkan dari memasuki hati yang di dalamnya terdapat hal-hal yang dibenci Allah.
Bahkan dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim disebutkan bahwa hati itu ibarat rumah dan penyakit hati ibarat anjing. Dimana malaikat rahmat tak mau memasuki rumah yang ada anjingnya, maka ilmu juga tak akan memasuki hati yang di dlamnya terdapat penyakit-prnyakit hati. Maka tepat sekali jika membersihkan hati dijadikan sebagai langkah pertama bagi siapapun yang ingin meraih keberkahan ilmu.
- Memperbaiki niat sebelum dan ketika belajar
Sebagaimana dalam banyak nash disebutkan bahwa niat memiliki posisi paling penting dalam segala amalan seorang muslim. Sesuai dengan niat itulah balasan dari amalan yang kita kerjakan. Dalam belajar, hendaknya penuntut ilmu meniatkan belajarnya untuk meraih ridho Allah. Dan yang perlu diperhatikan adalah menjaga niat bukan hanya di permulaan belajar, tapi juga ketika sedang belajar. Karena hati manusia itu ibarat bulu yang diterbangkan angin, mudah sekali terbolak-balik dan terombang-ambing.
Menuntut ilmu bukanlah perkara yang mulus tanpa tantangan, maka akan ditemui banyak rintangan yang mungkin akan menggoyahkan niat penuntut ilmu. Maka dari itu sangat penting sekali untuk selalu memperbarui niat (tajdid). Seperti halnya sebuah pesawat, ketika sedang berada dalam jalur penerbangan, terkadang ia keluar dari jalur yang ditentukan dikarenakan angin yang besar di atas sana. Maka dari itu sang pilot akan senantiasa memantau dan mengembalikan pesawat ke jalur yang semesetinya apabila pesawat mulai melenceng.
- Memanfaatkan masa mudanya untuk mencari ilmu dengan maksimal
Karena masa muda adalah masa kuat di antara 2 masa lemah, yaitu masa kanak-kanak dan masa tua. Di masa muda, pikiran dan raga seseorang sedang berada di puncak kematangan dan keemasannnya. Masa muda ini ibarat pisau tajam bermata dua. Karena dengan kekuatan jiwa raganya inilah seorang pemuda bisa sanagt maksimal dalam melakukan ketaatan atau sebaliknya, ia bisa membuat kerusakan yang sangat parah ketika tidak diarahkan dengan benar.
Hendaknya para pemuda itu tidak terlena dengan penundaan. Karena setiap detik yang ia lewati dari umurnya tidak bisa digantikan oleh apapun itu. Lalu hendaknya seorang pemuda menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang bermanfaat. Karena jiwa seseorang akan selalu membutuhkan kesibukan. Jika tidak sibuk dengan kebaikan, maka nafsunya akan mengajak pada hal-hal yang tidak berguna atau bahkan merugikan.
Bahkan sebagian ulama menganjurkan para pelajar untuk menunda menikah agar fokus menuntut ilmu. Bahkan sebagian dari mereka sampai membujang hingga akhir hayatnya. Al-Khatib Al-Baghdadi mengatakan, “Dianjurkan bagi seorang pelajar untuk melajang semampu yang ia bisa, supaya belajarnya tidak teputus oleh kesibukan-kesibukan rumah tangga dan mencari nafkah.”
- Merasa qona’ah dengan pakaian dan makanan yang ada
Terlalu menyibukkan diri dengan memilih-milih makanan dan pakaian hanya akan mengurangi produktivitas seorang thalib dan membuang-buang waktu. Terutama di zaman modern ini, dimana banyak sekali hal yang disuguhkan dan dipromosikan setiap hari berpotensi membuat seorang penuntut ilmu merasa butuh akan hal itu. Sehingga ia merasa rendah diri atau minder ketika ia belum pernah merasakan makanan tertentu atau belum memiliki pakaian dengan merek tertentu. Jika sudah seperti ini, maka seorang penuntut ilmu tidak akan lagi fokus dalam belajarnya. Waktunya hanya akan habis ia gunakan untuk berkhayal dan berangan-angan bagaimana ia bisa mendapatkan hal –hal itu.
Maka cara paling jitu yang dicontohkan oleh para ulama adalah dengan senatiasa merasa cukup atau qona’ah dengan apa yang dimiliki. Sedangkan qona’ah ini tidak akan bisa terwujud tanpa didasari dengan rasa syukur. Kemudian salah satu cara agar seseorang terbiasa bersyukur adalah dengan melihat orang-orang yang berada di bawahnya, yaitu mereka yang bernasib tidak seberuntung dirinya.
- Mengatur waktu sebaik mungkin
Mampu memanage waktu merupakan soft skill yang sangat berharga. Karena skill ini adalah salah satu rahasia kesuksesan orang-orang hebat. B.J Habibie, Presiden RI ke-3 yang masyhur akan kejeniusannya pernah mengatakan, “tidak ada gunanya anda memiliki IQ yang tinggi tapi pemalas, tidak disiplin.” Bukan hanya orang-orang hebat dari kaum muslimin, orang-orang kafirpun juga sepakat bahwa waktu sangatlah berharga dan kemampuan mengatur waktu sangatlah penting.
Dalam mengatur waktu, Badruddin Ibnu Jama’ah dalam kitabnya Tadzkirah as-Sami’ wal Mutakallim membagi waktu-waktu belajar bagi penuntut ilmu menurut beliau. Beliau mengatakan, “Waktu paling baik untuk menghafal adalah waktu sahur, waktu untuk mengkaji adalah pagi hari, untuk menulis di pertengahan siang, dan untuk menelaah dan mudzakarah adalah malam hari.”
Ada juga yang mengatakan, “Sebaik-baik waktu menghafal adalah waktu sahur, kemudian pertengahab siang, kemudian di pagi hari. Adapula yang mengatakan, “Menghafal di malam hari itu lebih bagus daripada di siang hari, dan waktu ketika lapar lebih baik (untuk menghafal) dari pada waktu kenyang.”
Selain mengatur waktu, hendaknya seorang pelajar juga berusaha mencari tempat yang nyaman dan kondusif untuk belajar, baik untuk menulis, menghafal, membaca maupun mengulang pelajaran. Maka hendaknya ia menjauhi tempat-tempat yang jauh dari kebisingan, senda gurau dan hal-hal melalaikan lainnya. Wallahu a’lam bish shawab.
(Bersambung ke bag. 2)
Oleh: Mujahid Ammar
(Poin-poin pembahasan disarikan dari kitab Tadzkirah al-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim dalam bab “Adab seorang pelajar terhadap dirinya” dengan berbagai perubahan dan tambahan)