Oleh: Mujahid Ammar
Nabi Muhammad adalah suri teladan terbaik bagi seluruh manusia. Beliau adalah teladan dalam segala aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam aspek pendidikan. Terbukti dari hasil didikan beliau lahir pemimpin-pemimpin dan ulama-ulama hebat. Maka sudah semestinya bagi para guru yang ingin berhasil dalam belajarnya untuk mencontoh metode dan rambu-rambu yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam mengajar para sahabatnya.
Di antara metode-metode pengajaran beliau SAW adalah membiasakan para sahabatnya untuk bertanya apabila tidak tahu. Seperti dikatakan dalam sebuah hadits, “Kenapa mereka tidak bertanya jika mereka belum tahu? Karena obat dari ketidaktahuan adalah bertanya.” Beliau juga pernah memuji Abu Hurairah karena pertanyaannya tentang hadits. Beliau pernah berkata pada Abu Hurairah, “Sungguh, aku telah mengira wahai Abu Hurairah, bahwa tidak akan ada seorang pun yang akan bertanya kepadaku terlebih dahulu tentang hadits ini kecuali engkau, karena aku melihat kesungguhan dalam dirimu terhadap hadits.”
Akan tetapi, dalam kondisi lain, Rasulullah juga pernah mencela orang yang bertanya. Seperti dalam sebuah hadits, “Sesungguhnya Allah membenci dari kalian 3 hal: mengatakan apa-apa yang belum pasti, menghamburkan harta dan banyak bertanya.” Di hadits lain beliau juga pernah bersabda, “Sesungguhnya orang muslim yang paling besar dosanya adalah yang bertanya sesuatu yang tidak diharamkan, lalu sesuatu itu diharamkan dikarenakan pertanyaannya.”
Lalu bagaimana mengkompromikan antara hadits-hadits yang menganjurkan untuk bertanya dan hadits-hadits yang mencelanya? Dari sini bisa disimpulkan bahwa bertanya juga ada adabnya. Maka seorang thalibul ilmi harus mengetahui adab-adab dalam bertanya. Karena kehidupan seorang penuntut ilmu tidak boleh lepas dari pertanyaan. Di antara adab-adab bertanya adalah:
- Tidak malu untuk bertanya akan hal-hal yang belum diketahui.
Karena malu bertanya adalah penghalang dari meraih ilmu, sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid, “Tidak akan mendapat ilmu orang yang malu dan orang yang sombong.” Ibnu Abbas pernah ditanya: Dengan apa kamu mendapatkan ilmu? Beliau menjawab: “Dengan lisan yang banyak bertanya dan hati yang banyak berpikir.” Bahkan Allah juga memerintahkan kita untuk bertanya pada orang yang lebih tahu.
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43)
- Tidak menanyakan hal-hal yang tidak penting atau jika ditanyakan akan menyusahkan diri sendiri.
Jenis pertanyaan inilah yang dicela dan dilarang oleh Nabi dalam hadits-hadits sebelumnya. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Bani israil ketika diperintahkan untuk menyembelih sapi betina. Rasulullah juga pernah menjelaskan bahwa di antara sebab-sebab kehancuran umat-umat terdahulu adalah terlalu banyak bertanya pada nabinya tentang hal-hal yang tidak urgent.
Bahkan, dalam Al-Qur’an Allah melarang manusia dari banyak bertanya yang tidak penting dan bisa menyusahkan mereka jika ditanyakan. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu (justru) menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakan ketika Al-Quran sedang diturunkan, (niscaya) akan diterangkan kepadamu. Allah telah memaafkan (kamu) tentang hal itu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyantun.” (QS. Al-Ma’idah: 101)
- Memperhatikan waktu, tempat dan kondisi guru sebelum bertanya
Imam Burhanuddin Az-Zarnuji dalam kitabnya, Ta’im al-Muta’allim memberi rambu-rambu kepada seorang murid dalam bertanya kepada gurunya. Di antaranya adalah memperhatikan waktu bertanya, seperti tidak bertanya ketika guru sedang lelah, sedang sedih, sedang terburu-buru, atau ketika beliau melarang untuk bertanya di waktu-waktu tertentu. Sebagaimana yang dikisahkan dalam perjalanan Musa yang ingin belajar dari Khidir.
- Bertanya dengan tutur kata yang baik dan sopan
Kyai Hasyim Al-Asy’ari dalam kitabnya, Adab al-Alim wa al-Muta’allim menerangkan bahwa di antara adab seorang murid ketika bertanya pada guru adalah bertanya dengan lemah lembut dan tutur kata yang baik. Termasuk juga dengan memanggil guru dengan panggilan kehormatan dan tidak bertanya sambil mengangkat suara.
- Hindari membantah atau membandingkan jawaban antar guru
Dalam kitab, Adab al-Alim wa al-Muta’allim juga ditegaskan bahwa tidaklah pantas seorang murid ketika gurunya menerangkan suatu hal atau menjawab sebuah pertanyaan, lalu si murid mengatakan ‘itu salah’ ataupun ‘kata ustadz fulan tidak seperti itu’ ataupun perkataan-perkataan semacamnya. Karena ini tidak mencerminkan adab seorang penuntut ilmu. Juga harus dipahami bahwa guru adalah manusia biasa yang tak mungkin lepas dari kesalahan. Jika mendapati hal seperti ini, maka langkah bijaknya adalah dengan bertanya kepada guru yang lain dengan niat mencari kebenaran, bukan untuk mengadu domba.
- Tidak bertanya untuk mendebat atau menjatuhkan
Ibnu Qoyyim mengatakan, “Jika engkau duduk bersama seorang ahli ilmu maka bertanyalah untuk menuntut ilmu bukan untuk melawan”. Karena bertanya dengan niat mendebat bukanlah adab seorang penuntut ilmu. Begitupun jika kita tahu ada kesalahan dari apa yang disampaikan guru, maka hendaknya bertabayun atau menanyakan kembali kebenarannya secara face to face, bukan ketika di depan banyak orang. Karena menegur di khalayak umum sama seperti menghina dan menjatuhkan harga dirinya. Wallahu a’alam bish shawab.