“ Siapa yang memaksakan dirinya untuk menjadi seperti apa yang orang orang mau, maka sedihnya akan panjang, dan amarahnya tak akan mereda.”
(diriwayatkan Abu Dawud dalam Az Zuhd)
Nasehat dari Abu Darda di atas merupakan sebuah peringatan yang sangat relevan dengan kondisi masyarakat hari ini, terutama di era digital. Nasehat ini menyoroti bahaya dari upaya seseorang untuk selalu ingin menyenangkan semua orang dan mengikuti tren yang sedang populer.
“Sedihnya akan panjang”, maksudnya adalah sebab kebahagiannya ia tumpukan pada apa kata orang, pada yang trending di khalayak. Tertinggal sedikit saja, runtuhlah klaim bahagia itu.
“Amarahnya tak akan reda”, sebab ambisinya ingin terus membuat semua manusia ridha. Dan, kita semua tahu, itu mustahil.
Fenomena ini sering di sebut FOMO (Fear of Missing Out) adalah cerminan nyata dari Nasehat di atas. Dalam era media sosial, kita terus-menerus disuguhkan dengan kehidupan orang lain yang tampak sempurna. Hal ini membuat kita merasa tertinggal dan mendorong kita untuk melakukan hal-hal yang sama demi mendapatkan pengakuan.
Apa saja dampaknya ?
Beban Psikologis: Ketika seseorang terlalu fokus pada penilaian orang lain, mereka akan terus-menerus merasa tidak cukup. Hal ini dapat menimbulkan beban psikologis yang berat dan memicu perasaan sedih yang berkepanjangan dan tentunya akan membuat waktu kita terbuang sia sia untuk memikirkan hal hal yang tidak sepatutunya di pikirkan.
Kemarahan yang Tak Berujung: Upaya untuk membuat semua orang senang adalah sebuah misi yang mustahil. Ketika harapan ini tidak terpenuhi, kemarahan dan frustrasi akan terus membayangi.
Kebahagiaan yang Semu: Kebahagiaan yang dibangun di atas pujian dan pengakuan orang lain adalah kebahagiaan yang rapuh. Ia mudah runtuh ketika kita tidak lagi mendapatkan perhatian yang diinginkan.
Siklus Tak Berujung: FOMO menciptakan siklus yang tidak sehat. Kita terus mengejar hal-hal baru, tetapi rasa puas yang kita dapatkan hanya bersifat sementara.
Stres dan Kecemasan: FOMO dapat memicu stres dan kecemasan yang berlebihan. Kita merasa harus selalu terhubung dan mengetahui segala sesuatu yang sedang terjadi.
Hilangnya Identitas: Dalam upaya untuk mengikuti tren, kita seringkali kehilangan identitas diri yang sebenarnya.
Solusi Mengatasi FOMO dan Menemukan Kebahagiaan Sejati
Introspeksi Diri: Luangkan waktu untuk merenung dan muhasabah diri.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
“ Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Batasi Penggunaan Media Sosial: Kurangi waktu yang dihabiskan di media sosial dan fokus pada aktivitas yang lebih produktif seperti membaca, bersosial, berdzikir ataupun aktivitas lain yang bermanfaat.
Kembangkan Hobi: Carilah kegiatan halal yang disukai, yang bisa membuat kita bahagia.
Syukuri Nikmat: Sadari dan syukuri segala nikmat yang telah Allah berikan.
Sudah saatnya kita punya waktu untuk lepas dari aliran berita yang deras itu. Punya ruang untuk rileks dari tren yang diikuti banyak dari orang orang itu.
Mengikuti apa yang selalunya dibicarakan manusia itu perlu tapi sebatas jadi obrolan penghangat suasana, bukan patokan bahagia.