Membaca Al Qur’an merupakan ibadah dan merupakan salah satu sarana yang paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pahalanya pun melimpah.
Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ رضى الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ ».
“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6469)
“Tamim Ad Dary radhiyalahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca 100 ayat pada suatu malam dituliskan baginya pahala shalat sepanjang malam.” (HR. Ahmad dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6468).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda.
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِيْ بَيْتٍ مِنْ بَيُوْتِ اللَّهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللًّهِ وَيَتَدَارَسُوْنَ بَيْنَهُم إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَذَكَرَهُمُ اللُّه فِيْمَنْ عِنْدَهُ
“Apabila suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) sambil membaca Al-Qur’an dan saling bertadarus bersama-sama, niscaya akan turun ketenangan atas mereka, rahmat Allah akan meliputi mereka, para malaikat akan melindungi mereka dan Allah menyebut mereka kepada makhluk-makhluk yang ada di sisi-Nya” [Hadits Riwayat Muslim no. 2699 dalam kitab Dzikir dan Do’a]
Maksud Membaca Al Qur’an Bersama-sama
Membaca al-qur’an dengan satu suara yaitu bersama-sama membaca dengan ‘waqaf’ dan berhenti yang sama tanpa niat pembelajaran. Ini tidak disyariatkan. Semoga tidak sampai level haram. Karena tidak ada riwayat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para shahabat yang membaca al-qur’an dengan jenis seperti ini. Beliau bersabda,
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ
“Hendaklah kalian berpegang teguh pada sunahku dan sunnah para Al-Khulafa’ur Rasyidun setelahku” [HR. Abu Daud no 407 dalam kitab Sunnah]
Bersama-sama untuk pembelajaran
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa rasulullah bersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Tidaklah sebuah kaum berkumpul di rumah Allah dengan membaca kitabullah (al-qur’an) dan mempelajarinya sesama mereka, kecuali akan turun atas mereka ketentraman, dan mereka diliputi dengan rahmat dan dikelilingi malaikat. Dan Allah menyebut mereka dalam golongan di-sisi Nya, dan siapa yang lambat amalannya,maka tak akan dipercepat mengangkat derajatnya.” [HR.Muslim]
Berdasarkan hadits di atas, bila yang dimaksud membaca Al Qur’an bersama-sama dengan tujuan untuk menghafalnya, atau mempelajarinya, dan salah seorang membaca dan yang lainnya mendengarkannya, atau mereka masing-masing membaca sendiri-sendiri dengan tidak menyamai suara orang lain, maka ini disyari’atkan.
Beliau imam An-Nawawi rahimahullah berangkat dari hadits ini menempatkan satu bab khusus tentang keutamaan berkumpul (membuat halaqah) untuk tilawatul qur’an dan dzikr, dan ini adalah madzhab beliau dan jumhur [Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi. 17/18]
Diriwayatkan dari Harb Al-Kirmani dengan sanad dari Al-Auza’i bahwa beliau pernah ditanya tentang hukum mempelajari al-qur’an setelah subuh, maka beliau berkata, “Hasan bin Athiyah telah mengkhabarkan kepadaku bahwa pertama kali perkara ini terjadi adalah di masjid Damsyiq oleh Hisyam bin Ismail al-Makhzumi pada masa khilafah Abdul Malik bin Marwan, maka akhirnya orang-orang pun mengikutinya.
Harb juga menyebutkan bahwa beliau pernah melihat penduduk Damsyiq, Himsho, Makkah dan Bashrah mereka berkumpul membaca al-qur’an setelah shalat subuh. Penduduk Syam melakukannya dengan membaca satu surat secara bersama-sama dan mengeraskan suara. Adapun penduduk Makkah dan Bashrah dengan cara; satu orang membaca sekitar sepuluh ayat sedang yang lainnya mendengarkan, lalu setelah itu mereka mengikutinya secara-bersama-sama hingga akhir surat.
Harb berkata, “Ini semua adalah baik, hanya saja Malik mengingkari apa yang dipraktekan oleh penduduk Syam (qira’ah bersama dalam satu ayat/surat). Karena hal itu menyelisihi apa yang dipraktekkan oleh kaum Anshar maupun Muhajirin (sahabat), bahkan itu termasuk perbuatan bid’ah.”
Abu Mus’ab Ishaq bin Muhammad Al-Qurawi berkata, “Kami mendengar Malik bin Anas berkata, ‘Berkumpul di pagi hari setelah shalat subuh untuk membaca al-qur’an adalah termasuk bid’ah yang tidak ada contohnya dari para sahabat nabi , dan para ulama setelah mereka juga tidak menyetujuinya. Adapun yang dikakukan oleh para sahabat seusai shalat subuh adalah tilawatul qur’an dan berdzikir sendiri-sendiri kemudian bubar begitu saja.”
Ibnu Rajab berkata, “Saya mendengar Malik berkata, “Tidak pernah terjadi pada ulama terdahulu membaca al-quran secara bersama-sama, awal mula munculnya perbuatan ini adalah dipelopori oleh Hajaj bin Yusuf.”
Akan tetapi mayoritas ulama berdalil dengan hadits di atas akan sunnahnya berkumpul untuk mempelajari al-qur’an, dan ini adalah sebaik-baik dzikir. [Al-Bayan Fi Adabi Hamlil Qur’an, Abu ‘Aisy Abdul Mun’im Ibrahim, hal. 84-85.]
Membagi Bacaan Al-Qur’an Untuk Orang-Orang Yang Hadir
Apabila berkumpul untuk membaca al-qur’an bersama-sama kemudian peserta yang hadir dibagi untuk membaca satu halaman atau satu hizb umpanya, lalu yang lain mendengarkan, maka cara seperti ini tidak menjadi soal. Hanya saja, tidaklah dianggap secara otomatis mengkhatamkan Al-Qur’an bagi masing-masing yang membacanya.
Jadi, semisal 30 orang berkumpul bersama, lalu masing-masing diberi jatah untuk membaca seperempat juz, maka pertemuan keempat pasti 30 juz sudah dibaca semua. Namun, kalau kita perhatikan bahwa setiap peserta pada hakekatnya hanya membaca 1 juz bukan 30 juz selama empat kali pertemuan tersebut.
Untuk itu, metode seperti ini tidak bermasalah namun pahala khatam al-qur’an 30 juz hanya untuk kaum muslimin yang benar-benar membaca 30 juz bukan, membaca 1 juz lalu yang 29 juz cukup mendengarkan bacaan kawan-kawannya.
Adapun tujuan mereka dalam membaca Al-Qur’an untuk mendapatkan berkahnya saja, tidaklah cukup dianggap membaca 30 juz al-qur’an. Sebab Al-Qur’an itu dibaca hendaknya dengan tujuan ibadah mendekatkan diri kepada Allah dan untuk menghafalnya, memikirkan dan mempelajari hukum-hukumnya, mengambil pelajaran darinya, untuk mendapatkan pahala dari membacanya, melatih lisan dalam membacanya dan berbagai macam faedah-faedah lainnya [Lihat Fatwa Lajnah Da’imah no. 3861]
Kesimpulannya
Membaca Al Qur’an bersama-sama dengan satu suara atau satu waqaf tanpa niat untuk pembelajaran, maka hukumnya bisa terancam bid’ah karena tidak ada contoh dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Sedang, membaca bersama-sama dengan tujuan untuk mempelajari al-qur’an atau menghafalnya maka hal ini tidak menjadi masalah. Begitu juga membagi-bagi bacaan al-qur’an kepada peserta yang hadir lalu yang lain mendengarkan, semacam ini diperbolehkan. Hanya saja, pahala bagi peserta adalah pahala bacaan al-qur’an yang dibaca saja bukan yang bacaan temanya didengar. Wallahu ‘alam bish showab.