Pada artikel kali ini kita akan membahas beberapa pendapat-pendapat nyeleneh (aneh lagi menyimpang) baik pendapat tersebut sudah ada sejak zaman dahulu atau muncul pada zaman kontemporer. Berikut beberapa pendapat yang nyeleneh seputar niat.
Harus Berniat Dalam Menghilangkan Najis.
Pendapat ini pernah dinukil oleh Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ 1/372. Menurut pendapat ini, benda yang terkena najis baru dihukumi suci ketika ada niat untuk menghilangkannya.
Bila sebelum menghilangkan najis tersebut tak ada niatan (bisa karena lupa atau menjadi bersih sendiri karena waktu) maka benda tersebut masih dihukumi najis. Sebagai contoh, sepotong baju terkena air kencing. Baju tersebut dianggap suci bila seseorang sengaja berniat untuk menyucikannya. Bila tidak ada niat, baju tersebut tetap dihukumi najis.
Konsekuensi pendapat ini adalah, baju yang terkena najis tersebut tidak akan suci walaupun terguyur air hujan atau terjatuh ke sungai. Bahkan, baju tersebut bila dilaundry tapi lupa tak berniat menghilangkan najis, tetap saja belum dianggap suci. Menurut pendapat ini harus ada niat terlebih dahulu untuk menghilangkan najis. Niat menjadi Syarat wajib yang harus ada sebelum menghilangkan najis.
Pendapat aneh seperti ini menyelisihi ijma’ para ulama’. Di dalam al-Majmu’ disebutkan bahwa air yang mengaliri benda najis dapat menghilangkan kenajisanya karena air menyucikan najis tersebut. Para ulama’ tidak berselisih pendapat tentang masalah ini. (al-Majmu 1:225)Jadi, pendapat yang benar, untuk menyucikan benda yang terkena najis, tak ada keharusan niat di dalam hati untuk menghilangkan najis.
Boleh Mengqhasar Shalat Hanya Karena Niat Safar Saja (Padahal Hanya Pergi Ke Desa Sebelah Atau Malahan Tidak Keluar Rumah)
Rukhsah untuk qoshor shalat-meringkas sholat empat rekaat menjadi dua rekaat didapat hanya dengan niat safar tanpa mempertimbangkan jarak tempuh safar. Sebagai contoh, seseorang berniat safar di dalam rumahnya, tidak keluar rumah tapi mengqashar shalat menjadi dua rakaat. Ketika ditanya, dalilnya “Saya telah berniat safar”. Tentu pendapat ini aneh karena para ulama’ tidak ada yang berpendapat bolehnya mengqashar shalat tanpa bepergian (safar).
Seluruh ulama’ sepakat bahwa untuk mengqashar shalat ada syarat safar. Jadi tidak sekedar ‘telah berniat safar. Allah berfirman, “Apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar salatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir ” (QS. An-Nisa’: 101) Jadi, untuk mengqashar shalat harus dalam keadaan benar-benar bepergian tidak hanya sekedar niat.
Tidak Disyaratkan Niat Dalam Menunaikan zakat
Tak perlu meniatkan puasa di awal bulan ramadhan bagi orang mukim adalah pendapat yang syadz (cacat). Pendapat ini diceritakan di dalam al-Majmu, 6:305. Pendapat seperti ini menyalahi ijma’ para ulama’
Pendapat ini membolehkan seseorang yang sudah tahu bahwa besok hari pertama puasa Ramadhan, namun dia tidak meniatkan puasa -bukan karena lupa sampai matahari terbit.
Pendapat seperti ini menyelisihi hadits marfu. Hadits yang dihukumi kalau Nabi yang mengucapkannya. Karena isinya merupakan sesuatu yang bukan berasal dari ijtihad dan pendapat pribadi. Diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Umar dan Hafshah bahwa keduanya berkata, “Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari hingga terbit fajar maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Daud no. 2454, at-Tirmizi no. 730, An-Nasai (4/196), dan Ibnu Majah no. 1700)Hadits ini menunjukkan wajibnya berniat dari malam hari dan tidak sahnya puasa orang yang berniat setelah terbitnya fajar. Wallahu’alam.
Ust.Yahya Abu muhana