Mukjizat vs Penyihir Fir’aun
Kisah pertempuran antara Nabi Musa dan penyihir fir’au adalah salah satu kisah yang paling epic dalam Al-Qir’an. Selain karena Nabi Musa adalah nabi yang paling banyak disebut dalam Al-Qur’an, kisah beliau melawan para penyihir ini juga tidak hanya disebutkan sekali, tapi hingga berkali-kali dalam surat yang berbeda-beda.
Nabi Musa ketika itu ditantang oleh fir’aun untuk melawan para penyihirnya. Para penyihir itu melemparka tali-temali dan tongkat-tongkat mereka yang kemudian berubah menjadi ular-ular yang siap menyerang Musa. Dengan perintah dari allah, nabi Musa melemparkan tongkatnya. Tongkat itupun berubah menjadi ular yang sangat besar dan menerkam semua ular penyihir. Singkat cerita, ketika para penyihir kalah, seketika mereka langsung bersujud dan mengikrarkan keislaman mereka.
Melihat hal itu, Fir’aun marah besar dan mengancam akan menyalib dan memotong tangan kaki mereka. Tapi bagaimana respon para penyihir itu? Dengan tegas mereka katakan:
“Mereka (para penyihir) berkata,‘Kami tidak akan memilih (tunduk) kepadamu atas bukti-bukti nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan atas (Allah) yang telah menciptakan kami. Maka putuskanlah yang hendak engkau putuskan. Sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini.’”(QS. Taha: 72)
Salah satu sebab yang membuat para penyihir beriman kepada Musa adalah karena ilmu. Sebagaimna yang dijelaskan oleh Imam an-Nasafi dalam kitab tafsirnya, Madârik al-Tanzîl wa Haqâiq al-Ta’wîl,
“Kejahilan Firaun tentang sihir membahayakannya (sehingga ia tetap berada dalam kekafiran), sedang pengetahuan para tukang sihir tentang sihir bermanfaat bagi mereka. Jadi, bagaimana dengan ilmu syar’i?”
Apa maksudnya? Bahwa sesungguhnya firaun itu tidak tahu apa-apa tentang sihir. Ia hanya punya kekuasaan untuk memerintah para penyihir. Sehinga ketika Nabi Musa menampakkan mukjizatnya, ia menyangka bahwa itu juga hanya sebuah sihir biasa.
Berbeda dengan para penyihir yagn memiliki ilmu dan pengetahuan tentang sihir. Karena pengetahuan mereka tentang ilmu sihir itulah mereka bisa membedakan mana yang sihir dan mana yang bukan.Tatkala tongkat musa menjadi ular, mereka sadar betul dan tahu bahwa ini bukanlah sihir. Ini benar-benar sebuah mukjizat yg agung.
Mukjizat vs Kafir Quraisy
Kurang lebih 1xxx tahun berlalu setelah Musa melawan para penyihir Fir’aun dengan mukjizatnya. Di tanah Arab, seorang Nabi terkhir ditantang oleh kaumnya untuk menunjukkan mukjizatnya. Jika sang Nabi bisa menunujukkannya, maka mereka akan beriman. Apa permintaaan mereka? Mereka meminta sang Nabi untuk membelah bulan.
Pada malam yang ditentukan, kaum kafir Quraisy pun berkumpul untuk menagih pembuktian tersebut. Maka sang Nabi yang tak lain adalah Nabi Muhammad berdo’a kepada Allah, dan bulanpun terbelah. Semua yang melihat kejadian dahsyat itu terperangah dan terbelalak. Mereka tidak meyangka bahwa Nabi Muhammad bisa melakukannya.
Tapi dari mereka akhirnya ada yang berkata,”Ini hanyalah sihir, Muammad adalah tukang sihir.” Tidak sedikit orang yang terpengaruh dengan perkataan ini, yang menyebabkan mereka menolak kebenaran yang telah jelas-jelas nyata di hadapan mereka.
Namun ilmu sihir bukanlah ilmu yang asing bagi kaum arab saat itu. Mereka tahu bagaimana cara membedakan mana sihir dan mana yang bukan. Jika itu sihir yang dilakukan oleh Nabi, maka pengaruhnya hanya berlaku pada orang-orang di sekitar beliau saja. Dalam kata lain, hanya orang-orang yang berkumpul bersama Nabi saja yang akan melihat terbelahnya bulan. Untuk membuktikan hal ini, merekapun mencegat para musafir yang baru datang ke Mekkah dan menanyakan apakah tadi malam mereka melihat hal yang aneh? Semua musafir yang ditanyapun menceritakan hal yang sama, bahwa tadi malam mereka melihat bulan terbelah. Hal ini pun ternyata tidak serta merta membuat mereka beriman, mereka malah tetap mengolok-olok nabi sebagai penyihir.
Kejujuran Membawa Kebaikan
Apa yang membedakan ending dari kedua kisah tadi berbeda? Pada kisah pertama, penyihir Fir’aun dihadapkan pada mukjizat Nabi Musa yang luar biasa. Setelah mereka mengetahui bahwa itu bukanlah sihir, merekapun beriman. Karena tahu bahwa itu bukanlah sihir, mereka menjadi yakin bahwa inilah kebenaran yang sesunggunya.
Pada kisah kedua, kafir Quraisy juga dihadapkan pada sebuah mukjizat Nabi Muhammad yang sungguh luar biasa dahsyatnya. Membelah bulan. Lalu esoknya setelah mereka memastikan apakah mukjizat itu hanyalah sihir atau bukan, mereka mendapati bahwa itu bukanlah sihir belaka. Tapi kenapa setelah itu mereka tidak beriman? Kenapa mereka tidak mau mengakui kebenaran Nabi yang telah membawakan mukjizat besar itu sebagaimana yang dilakukan oleh para penyihir Fir’aun?
Jawabannya adalah pada kejujuran. Para penyihir Fir’aun dan kafir Quraisy sama-sama tahu bahwa itu bukanlah sihir. Tapi yang membedakan mereka adalah pada kejujuran mereka terhadap diri mereka sendiri. Para penyihir itu mengakui bahwa ini bukanlah ilmu sihir, dan mereka jujur akan hal itu. Kejujuran itulah yang membuat mereka lantang menyatakan keislaman di hadapan Fir’aun.
Adapun kaum kafir Quraisy, mereka sebenarnya juga tahu bahwa ini bukanlah sihir, tapi mereka tidak mau jujur dan mengakuinya. Mereka membohongi diri mereka sendiri. Dan tidaklah ada yang menghalangi mereka untuk bersikap jujur melainkan rasa sombong mereka. Maka benarlah sabda Nabi,
“Hendaklah kalian berlaku jujur karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan pada kebaikan, dan kebaikan menghantarkan ke surga.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Mengenai hadits ini, Ibnu Taimyyah berkata bahwa kejujuran adalah kunci dari setiap kebaikan. Maka tatkala beliau dimintai nasehat oleh orang-orang tentang bagaimana bertaubat, beliau akan mejawab, “Aku tidak menganjurkan kepada kalian kecuali hendaknya kalian berlaku jujur.” Maka mereka merenungkan dan menemukan bahwa kejujuran membawa mereka kepada kebaikan. Wallahu a’lam bish-shawab
Oleh: Mujahid Ammar Syahida