Ibnu Abbas Penghulu para Ulama'

Ibnu Abbas, begitu ia biasa dipanggil. Dalam sehari ia menerima banyak ilmu. Bak pepatah, sekali dayung tiga empat pulau terlampaui, wejangan Rasulullah saat itu telah memenuhi rasa keingintahuannya.

Sebuah kisah menarik yang menggambarkan bagaimana Ibnu Abbas ingin selalu dekat dengan Rasulullah SAW dan belajar kepadanya. Suatu ketika, benaknya dipenuhi rasa ingin tahu yang besar tentang bagaimana cara Rasulullah shalat. Malam itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya, Maimunah binti al Harits, istri Rasulullah SAW. Sepanjang malam ia berjaga, sampai terdengar olehnya Rasulullah bangun untuk menunaikan shalat. Segera ia mengambil air untuk bekal wudhu Rasulullah. Di tengah malam buta tersebut, betapa terkejutnya Rasulullah menemukan Abdullah bin Abbas masih terjaga dan menyediakan air wudhu untuknya. Rasa bangga dan kagum membuncah dalam dada Rasulullah. Beliau menghampiri Ibnu Abbas, dan dengan lembut dielusnya kepala bocah belia itu. “Ya Allah, Jadikanlah ia Ahli Fikih dalam agama-Mu, dan ajarilah ia tafsir kitab-Mu,” demikian do’a Rasulullah malam itu. Setelah berwudhu, Rasul kembali masuk ke rumah untuk menunaikan shalat malam bersama istrinya.

Tak tinggal diam, Ibnu Abbas pun ikut menjadi makmumnya. Awalnya ia berdiri sedikit di belakang Rasulullah, kemudian tangan Rasulullah menariknya untuk maju dan hampir sejajar dengan beliau. Tapi kemudian ia mundur ke belakang, kembali ke tempatnya semula. Usai shalat, Rasulullah bertanya pada Ibnu Abbas, kenapa ia melakukan hal itu. “Wahai kekasih Allah dan manusia, tak pantas kiranya aku berdiri sejajar dengan utusan Allah,” jawabnya. Di luar dugaan, Rasulullah tidaklah marah atau menunjukkan raut muka tidak suka. Beliau justru tersenyum ramah menyejukkan hati siapa saja yang melihatnya. Bahkan beliau mengulangi doa yang dipanjatkan saat Ibnu Abbas membawa air untuk berwudhu tadi. Abdullah bin Abbas lahir tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah. Saat Rasulullah wafat, ia masih sangat belia, 13 tahun umurnya. Semasa hidupnya Rasulullah benar-benar akrab dengan mereka yang hampir seusia dengan Abdullah bin Abbas.

Saat Rasulullah wafat, Ibnu Abbas benar-benar merasa kehilangan. Ibnu Abbas segera bangkit dari kesedihannya. Maka Ibnu Abbas pun mulai melakukan perburuan ilmu. Didatanginya sahabat sahabat senior, ia bertanya tentang apa saja yang mesti ditimbanya.

Tak hanya itu, ia juga mengajak sahabat-sahabat lain yang seusianya untuk belajar pula. Tapi sayang, tak banyak yang mengikuti jejak Ibnu Abbas. Sahabat-sahabat Ibnu Abbas merasa tak yakin, apakah sahabat-sahabat senior mau memperhatikan mereka yang masih anak-anak ini. Meski demikian, hal ini tak membuat Ibnu Abbas patah semangat. Apa saja yang menurutnya belum dipahami, ia tanyakan pada sahabat sahabat yang lebih tahu. la ketuk satu pintu dan berpindah ke satu pintu rumah sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Terkadang ia pun harus tidur di depan pintu rumah para sahabat, karena mereka sedang istirahat.

Betapa terkejutnya mereka tatkala mendapati Ibnu Abbas sedang tidur di depan pintu rumahnya. “Wahai keponakan Rasulullah, kenapa tidak kami saja yang menemui anda, kata para sahabat yang mendapati Ibnu Abbas tertidur di depan pintu rumahnya beralaskan selembar baju yang ia bawa. “Tidak, akulah yang mesti mendatangi Anda, kata Ibnu Abbas tegas. Demikiankan kehidupan Ibnu Abbas, sampai kelak ia benar-benar menjadi seorang pemuda dengan ilmu dan pengetahuan yang tinggi. Saking tingginya dan tak sesuai dengan usianya, ada orang yang bertanya tentangnya. “Bagaimana Anda mendapatkan ilmu ini, wahai Ibnu Abbas?” “Dengan lidah yang gemar bertanya, dengan akal yang suka berfikir.” demikian jawabnya.

Pendapat-pendapatnya didengar karena keilmuannya. Sampai sampai Amirul Mukminin Umar bin Khattab memberikan julukan kepada Ibnu Abbas sebagai “pemuda tua”. Doa Rasulullah agar menjadikan Ibnu Abbas sebagai seorang yang mengerti perkara agama telah terwujud. Ibnu Abbas adalah tempat bertanya karena kegemarannya bertanya. Ibnu Abbas tempat mencari ilmu karena kesukaannya mencari ilmu.

Salah seorang sahabat utama, Sa’ad bin Abi Waqash pernah berkata tentang Ibnu Abbas. “Tak seorang pun yang kutemui lebih cepat mengerti dan lebih tajam berpikirnya seperti Ibnu Abbas. la juga adalah orang yang banyak menyerap ilmu dan luas sifat santunnya. Sungguh telah kulihat, Umar telah memanggilnya saat menghadapi masalah-masalah pelik. Padahal di sekelilingnya masih banyak sahabat yang ikut dalam Perang Badar.

Di masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, ia pun menawarkan diri sebagai utusan yang akan berdialog dengan kaum khawarij dan berdakwah kepada mereka. Sampai-sampai lebih dari 15.000 orang memenuhi seruan Allah dari untuk kembali pada jalan yang benar. Di usianya yang ke 71 tahun, Allah memanggilnya. Di saat itulah umat Islam benar-benar kehilangan seorang dengan kemampuan dan pengetahuan yang luar biasa. “Hari ini, telah wafat ulama umat”, kata Abu Hurairah menggambarkan rasa kehilangan sosok Ibnu Abbas ra.

Referensi : majalah hujjah