SEKILAS INFO
: - Sabtu, 20-04-2024
  • 4 minggu yang lalu / Telah di buka SEDEKAH BUKA PUASA UNTUK SANTRI Darul Fithrah, mari kita raih pahala sebanyak banyaknya salah satunya dengan memberi makan dan minum orang yg berpuasa di bulan Ramadhan yg mulia ini.
  • 4 minggu yang lalu / Bulan Ramadhan adalah bulan Al Qur’an , mari kita gunakan waktu di bulan Ramadhan ini untuk memperbanyak membaca dan mentadabburi isi Al Qur’an.
  • 3 bulan yang lalu / Bingung pilih pondok Tahfidz atau pondok IT ? di Darul Fithrah kamu bisa dapat keduanya. Lebih Efektif & Efisien
MAKANAN, MINUMAN SERTA SEMBELIHAN ORANG KAFIR

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya: “Pada hari ini dibolehkan bagimu yang baik-baik, makanan (sembelihan)  orang-orang yang diberi al-Kitab dan makanan kamu halal pula bagi mereka.” (Q.S. Al maidah : 5)

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan: Dan ini adalah perkara yang telah disepakati oleh para ulama’. Sesungguhnya sembelihan mereka (ahlul kitab) itu halal bagi kaum muslimin, mereka menyakini haramnya sembelihan itu dikarenakan diperuntukan kepada selain Allah meskipun mereka tidak menyebut ketika menyembelih kecuali hanya nama Allah.

Imam Bukhori dalam kitab shohihnya  meriwayatkan bahwa Abdullah bin Mughoffal berkata:

أدلي بجراب من شحم يوم خيبر فعضنته وقلت : لا أحصى اليوم من هذا أحدا والتفت فإذا النبي صلىالله عليه وسلم يبتسم

Maka para fuqoha’ membolehkan makan apa yang diperlukan kaum muslimin dari makanan tersebut dan yang sejenisnya.

Ibnu Abbas dalam tafsir “Al jami’ liahkamil qur’an” menyatakan: Yang dimaksud dengan وطعام الذين أوتو الكتاب حل لهم adalah sembelihan orang Yahudi dan Nashrani baik yang menyembelihnya itu orang Nashrani dengan menyebut nama Al-Masih ataupun orang Yahudi yang menyembelih dengan menyebut nama Uzair, dikarenakan mereka menyembelih atas millah mereka.  (Al jami’ lahkamil quran :6 /76)

Madhab Hanafiyah mengatakan: Sembelihan orang Yahudi dan Nashrani dihalalkan dengan syarat sembelihan tersebut tidak ditujukan kepada selain Allah, hendaknya waktu menyembelih menyebut nama Al-Masih, Salib, Uzair atau yang lainnya. Akan tetapi jika pada waktu menyembelih seorang muslim mengetahuinya dan mendengar bahwa mereka mengucapkan Al-Masih atau menyebutnya dengan disertai nama Allah, maka sembelihan tersebut adalah haram, namun kalau tidak mendengarnya maka sembelihannya halal. Begitu pula kalau seorang muslim tidak datang pada waktu penyembelihan dan tidak mendengar apapun dalam penyembelihan itu maka sembelihan tersebut adalah halal, baik menyembelihnya itu dengan menyebut nama Allah atau tidak atau dengan mengatakan Uzair itu anak Allah atau bukan, dan dimakruhkan memakan sembelihan mereka jika di tujukan untuk kanisah (gereja) mereka.

Madhab Syafi’iyah mengatakan: Sembelihan Ahlul Kitab adalah halal baik dengan menyebut nama Allah atau tidak namun dengan syarat; Hendaknya pada waktu menyembelih tidak menyebut nama-nama selain Allah seperti : Salib, Al-Masih atau Uzair  dan diharamkan juga jika sembelihan tersebut ditujukan untuk kanisah (gereja) mereka.

Madhab Hanabilah mengatakan: Sembelihan Ahlul Kitab itu halal dengan syarat pada waktu menyembelih hendaknya menyebut nama Allah sebagaimana layaknya seorang muslim menyembelih sembelihan, jika mereka sengaja meninggalakan penyebutan nama Allah atau menyebut dengan nama selain Allah seperti halnya Al-Masih, kalau memang seperti itu yang dilakukannya maka sembelihan tersebut tidak boleh dimakan. Akan tetapi manakala tidak diketahui apakah mereka menyebutnya atau tidak, maka makanlah sembelihan tesebut. Adapun sembelihan orang muslim dengan menyebut nama Allah dan ditujukan untuk kanisah atau hari raya mereka, maka ia halal bersama kemakruhan. (kitab fiqih ‘ala madahib al ‘arba’ah: 2 / 25-26)                   

Jumhur fuqoha’ berpendapat: Sembelihan Ahlul Kitab adalah halal baik ia menyebut nama Allah atau tidak di kala dalam proses penyembelihan sembelihan. (Almajmu’syarh muhaddzab: 9 /75)

Imam  an-Nawawi dalam kitabnya “Al Majmu’ syarh muhaddzab” menegaskan bahwa sembelihan orang-orang Majusi itu hukunya tidak halal (haram) dan tidak boleh untuk dimakan, pendapat inilah yang didukung oleh jumhur  ulama’. Pendapat ini juga dinukil oleh Ibnu Mundir yang didapatkan dari para ulama’ di antaranya: Said bin al-Musayyib, Atho’, Said bin Jubair,  Mujahid, Abdurrohman bin Abu Laili, an-Nabhi, Ibnnu Yazid, Marroh al-Hamdani, az-Zahri, Malik, ats-Tsauri, Abu Hanifah, Ahmad dan Ishaq.

Kemudian Ibnu Mundir berkata:  Mereka berbeda pendapat tentang orang Majusi yang menyebut sesuatu untuk ……lalu yang menyembelih adalah seorang muslim, pendapat ini dimakruhkan oleh al-Hasan dan Ikrimah, sedangkan Ibnu Sirin memberi kelonggaran atau merukhsohkannya.

Sembelihan Orang Murtad

Dan untuk sembelihan orang-orang murtad hukumnya adalah haram di kalangan kami dan para ulama’. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Abu Hanifah, Ahmad,  Abu Yusuf, Muhammad, Abu Tsaur sedangkan ats-Tsauri berpendapat makruh.

Sembelihan orang murtad  hukumnya adalah haram,  Ibnu Mundir berkata: Imam al-Auza’i telah berkata dalam masalah ini bahwa makna perkataan ulama’ fiqih adalah barang siapa loyal kepada suatu kaum maka dia termasuk di dalamnya. Dan Ishaq berkata : Apabila ……..ke dalam din Nashrani maka halal sembelihannya.

Sembelihan as-Shobiien dan as-Samiroh

Sembelihan orang Shobiien dan Samiroh adalah haram. Imam Syafi’i dan kebanyakan para sahabatnya berkata: Apabila terdapat kesesuaian antara Shobiien dan Samiroh dengan Yahudi dan Nashrani dalam hal-hal yang usul (dasar-dasar) keyakinan (aqidah) maka halal sembelihannya dan menikahi perempuan mereka, namun apabila tidak didapatkan kesesuaian dalam hal usul (dasar-dasar) aqidah maka tidak boleh.

Ibnu Mundir berkata: “Umar bin al-Khottob membolehkan memakan sembelihan orang-orang Samiroh.”

Ibnu Ishaq berkata: “Tidak mengapa memakan sembelihan orang Shobiien karena mereka adalah Ahlul Kitab. “

Ibnu Abbas, Mujahid dan Abu Yusuf berkata: Tidak diperbolehkan memakan sembelihan orang-orang Shibiien dan Samiroh. Kemudian Ibnu Mundir mengomentari dalam masalah ini: Kalau untuk sembelihan orang-orang Samiroh pendapatnya sama dengan Imam Syafi’i, sedangkan untuk orang-orang Shobiien hukum sembelihannya adalah haram (tidak halal untuk dimakan). (Al Majmu’ syarh muhaddab: 9/75-76, Kitab fiqih ‘ala madahib al arba’ah: 1/562)

Sembelihan Orang Musyrik

Dalam kitab Majallah Al Buhus Al Islami disebutkan fatwa para ulama’ tentang hal ini, bahwasannya para ulama’ islam telah bersepakat terhadap haramnya sembelihan orang-orang musyrik yaitu mereka para penyembah patung atau berhala dan ingkar terhadap din ini (ateis) serta seluruh berbagai macam bentuk kekafiran selain Yahudi, Nashrani dan Majusi.

Dan para ulama’ sepakat atas bolehnya sembelihan Ahlul Kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani, namun mereka berselisih terhadap sembelihan orang Majusi (penyembah api).

Keempat Imam madzhab dan mayoritas para ulama’ berpendapat haram sembelihan Majusi karena disamakan dengan penyembah berhala dan juga semua jenis kekafiran dari selain Ahli Kitab. Sebagaimana Ahlul ilmi berpendapat halal sembelihan mereka karena dinisbatkan kepada Ahlul Kitab dan ini merupakan pendapat yang sangat lemah bahkan bathil, sedangkan yang benar adalah sebagaimana pendapat kabanyakan Ahlul ilmi yaitu haram sembelihan orang Majusi sebagaimana haramnya sembelihan orang musyrik karena mereka (orang Majusi) termasuk golongannya (orang-orang musyrik), kecuali kalau di dalam masalah jizyah ada perbedaan karena memang orang Majusi itu menyerupai Ahlul Kitab hanya dalam masalah jizyah saja. (Majallatul buhus al Islamiyah:6/133).Wallahu A’lam bish-shawab.

TINGGALKAN KOMENTAR

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Arsip