SEKILAS INFO
: - Jumat, 19-04-2024
  • 4 minggu yang lalu / Telah di buka SEDEKAH BUKA PUASA UNTUK SANTRI Darul Fithrah, mari kita raih pahala sebanyak banyaknya salah satunya dengan memberi makan dan minum orang yg berpuasa di bulan Ramadhan yg mulia ini.
  • 4 minggu yang lalu / Bulan Ramadhan adalah bulan Al Qur’an , mari kita gunakan waktu di bulan Ramadhan ini untuk memperbanyak membaca dan mentadabburi isi Al Qur’an.
  • 3 bulan yang lalu / Bingung pilih pondok Tahfidz atau pondok IT ? di Darul Fithrah kamu bisa dapat keduanya. Lebih Efektif & Efisien

Roja bin Haiwah lahir di Baisan, Palestina pada akhir masa pemerintahan ‘Utsman bin ‘Affan. Beliau berasal dari kabilah kindah. Tumbuh dalam ketaatan kepada Allah sejak kecilnya. Beliau dikenal rajin menuntut ilmu, sehingga beliau diakui kealiman dan kefaqihannya oleh para ulama’. Semangat beliau terutama dalam mempelajari kitabullah dan al hadits tidak bisa diremehkan. beliau banyak berguru kepada para sahabat pada masa itu. Diantaranya Abu Darda, Abu Umamah, Abdullah bin Amru bin ‘Ash dan  sabahat lainya yang menjadi lentera hidayah dan cahaya pengetahuan bagi beliau.

Ia memiliki sebuah motto yang dijadikan sebagai pegangan hidup:

Alangkah indahnya islam bila berhiaskan iman

Alangkah indahnya Iman bila berhiaskan Ilmu

Alangkah indahnya Ilmu bila berhiaskan Taqwa

Alangkah indahnya Taqwa bila berhiaskan Amal.

Roja’ bin Haiwah menjabat sebagai Wazir (Menteri) dalam beberapa periode khilafah Bani Ummayah, dimulai dari masa pemerintahan ‘Abdul Malik bin Marwan hingga masa ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Hanya saja hubungannya dengan Sulaiman bin ‘Abdul Malik dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz lebih dekat daripada hubungannya dengan khalifah-khalifah yang lain.

Yang menjadikan beliau mendapat tempat di hati para kholifah Bani Ummayah adalah karena kecerdasannya, pandangannya yang tepat, kejujuran, keikhlasan, serta ketegasan dan hikmahnya dalam memutuskan sesuatu. Di samping itu juga karena ke-zuhud-an beliau terhadap kemewahan dunia yang ada di tangan para penguasa tersebut.

Ada sebuah kisah tentang Raja’ bin Haiwah yang menggambarkan cara pergaulannya dengan khalifah dan bagaimana beliau membatasi diri dalam tugasnya dalam sebuah cerita yang beliau riwayatkan:

“Suatu saat aku aku berdiri di antara sekelompok orang bersama Khalifah Sulaiman bin ‘Abdul Malik. Lalu kulihat seseorang dari kerumunan masa berjalan mendekatiku. Orang itu berwajah tampan dan terlihat penuh wibawa. Orang itu menerobos kerumunan masa sehingga aku merasa pasti dia hendak menghampiri khalifah. Ternyata dia berhenti di sisiku sembari memberi salam dan berkata: “Wahai Roja’ engkau telah mendapatkan ujian melalui orang ini (sambil menunjuk khalifah). Mendekatinya akan mendatangkan banyak kebaikan maupun kejahatan, jadikanlah kedekatanmu dengannya untuk kebaikan bagi dirimu dan orang lain.”

“Ketahuilah wahai Roja’, bila seseorang memiliki kedudukan di sisi penguasa, kemudian dia mengurus kebutuhan orang yang lemah yang tak mampu mengajukannya kepada penguasa, maka dia akan menjumpai Allah ﷻ di hari kiamat nanti dengan kedua kaki yang mantap untuk dihisab.”

“Ketahuilah wahai Roja’, barangsiapa suka membantu hajat saudaranya sesama muslim, maka Allah akan memenuhi hajatnya. Ketahuilah wahai Roja’, bahwa amalan yang disukai Allah adalah bila seseorangmenyenangkan hati muslim lainnya.”

Ketika aku sedang memperhatikan dengan seksama kata demi kata orang tersebut dan menunggu kelanjutannya, khalifah memanggil, “Mana Roja’ bin Haiwah?” Aku bergegas menuju ke tempatnya seraya menjawab “Aku di sini, ya Amirul Mukminin”. Khalifah menanyakan sesuatu, setelah itu ku jawab dan kulayani. Aku segera menengok ke arah orang yang menasehatiku tadi, namun dia sudah tidak ada. Kucari di antara kerumunan manusia, tapi tak ku temukan juga.”

Kisah lain yang mengambarkan betapa bagusnya perangai yang ia punya ialah “Suatu hari ada orang mengadu kepada khalifah Abdul Malik bin Marwan tentang adanya seseorang yang membenci Bani Umayah dan berpihak kepada Abdullah bin Zubair. Si pelapor menceritakan perkataan dan perbuatan orang yang dimaksud hingga memancing amarah khalifah dan mengancam: “Demi Allah jika Allah memberiku kesempatan untuk menangkapnya, sungguh aku akan melakukannya, akan aku kalungkan pedang di lehernya!”

Tak berselang lama setelah itu Allah menakdirkan khalifah menangkap orang yang diadukan tersebut. Dia digiring ke khalifah dengan kasar. Ketika melihat orang itu, khalifah naik pitam dan hampir melaksanakan ancamannya, namun Raja’bin Haiwah berkata :

”Wahai Amirul Mukminin, Allah telah memberi Anda kesempatan untuk melaksanakn keinginan Anda dengan kekuatan Anda miliki. Maka sekarang lakukanlah untuk Allah apa yang disukaiNya, yaitu ampunan.”

Seketika itu juga amarah amirul mukminin menjadi reda dan menjadi tenanglah hatinya. Kemudian dia memaafkan orang tersebut, melepakannya dan memperlakukannya secara baik.

Betapa indah kata-kata yang beliau sampaikan dan tidak tampak sedikitpun rasa benci maupun marah. Ada juga kisah yang menggambarkan bakti dan ketawadhuan yang beliau miliki sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Al Asbahani rahimahullah dalam kitab Hilyatul Auliya’ bahwa pernah suatu saat Raja’ bin Haiwah mengisi kajian pagi setelah subuh yang dihadiri oleh murid-muridnya yang banyak hingga matahari terbit. Tiba-tiba di tengah kajian datanglah ibunya (ibu dari Raja’ bin Haiwah rahimahullah) dan memanggil beliau, “Ya Raja’, hari telah pagi. Beri makan ayam.” Beliau tanpa malu & gengsi menjawab panggilan ibunya itu dengan, “Labbaika, wa saddaika ya umma.” (Aku penuhi panggilanmu wahai ibu). Lalu beliau segera menutup majelis ilmunya dan bersegera melaksanakan perintah ibunya tersebut.

Subhanallah, meskipun beliau telah menjadi orang besar dengan jabatan tinggi, tak menghalangi beliau untuk berbakti kepada orangtuanya. Afkar

 

Sumber :

Tahdzibut Tahdzib 3/265
Taqribut Tahdzib 1/248
Al Jarh Wa Ta’dil 3/2266
Hilyatul Auliya’ 5/170
Siyarul A’lam An Nubala’ 4/557

TINGGALKAN KOMENTAR

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Arsip