SEKILAS INFO
: - Selasa, 19-03-2024
  • 2 bulan yang lalu / Bingung pilih pondok Tahfidz atau pondok IT ? di Darul Fithrah kamu bisa dapat keduanya. Lebih Efektif & Efisien
  • 5 bulan yang lalu / Penerimaan Santri Baru ponpes Darul Fithrah resmi di buka
ADAB BERTAMU | Part II

 

Setelah menyimak dan mengetahui ayat 27 – 29 dari surat An-Nur, maka langsung saja dibahas adab-adab bertamu yang sesuai dengan tuntunan sunnah Rasululloh dan para sahabat beliau. Di antara yang akan dibahas di sini adalah, tidak mengintai ke dalam bilik, tidak masuk rumah walaupun terbuka pintunya, jumlah maksimal dalam meminta izin, tidak menghadap ke arah pintu masuk dan hendaknya menyebut nama yang jelas.

Adab Bertamu

Setelah menelaah tafsir ayat tersebut di atas secara umum, dapat kami simpulkan bahwa ayat di atas memiliki dua pokok pembahasan yang sangat penting untuk mendapatkan penjelasan yang luas dari sunnah Rosululloh, yaitu adab bertamu dan menerima tamu.

Apabila kita ingin bertamu, hendaknya kita beradab dengan adab Islami, agar kita beruntung di dunia dan di akhirat. Beruntung di dunia karena kita tidak ingin meninggalkan kesan yang jelek dan tidak ingin meresahkan shohibul bait menurut pandangan Islam.

Beruntung di akhirat karena orang yang mengamalkan sunnah Rosululloh dengan ikhlas akan meraih pahala dari Alloh. Di antara adab bertamu yang harus diperhatikan adalah:

Tidak Mengintai Ke Dalam Bilik

Ketika tamu sampai di halaman rumah, tidak diizinkan mengintip melalui jendela atau bilik, walaupun tujuannya ingin mengetahui penghuninya ada atau tidak, mengingat ancamannya yang sangat keras. Sebagaimana yang diterangkan hadits di bawah ini:

Dari Abu Hurairoh ia berkata, Abul Qasim shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Andaikan ada orang melihatmu di rumah tanpa izin, lalu engkau melemparnya dengan batu kecil lalu kamu cungkil matanya, maka tidak ada dosa bagimu.  HR. Bukhari (dalam) Kitabul Isti’dzan.

Dari Anas bin Malik,

sesungguhnya ada seorang laki-laki mengintip sebagian kamar Nabi, lalu Nabi berdiri menuju kepadanya dengan membawa anak panah yang lebar atau beberapa anak panah yang lebar, dan seakan-akan aku melihat beliau menanti peluang untuk menusuk orang itu. HR. Bukhari (dalam) Kitabul Isti’dzan

Hadits ini menunjukkan ancaman yang keras untuk orang yang mengintip dan melihat orang yang berada di rumahnya tanpa memperoleh izin sebelumnya.

Tidak Masuk Rumah Walaupun Terbuka Pintunya

Rumah yang terbuka pintunya belum tentu ada penghuninya. Sekalipun ada penghuninya, tamu dilarang masuk, karena persyaratan boleh masuk rumah orang lain harus mendapatkan izin, sebagaimana ayat diatas yang menjelaskan,

Jika kamu tidak menemui siapapun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapatkan izin.

Minta Izin Maksimal Tiga Kali

Tamu yang hendak masuk di rumah orang lain jika telah meminta izin tiga kali, tidak ada yang menjawab atau tidak diizinkan, hendaknya pergi.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata,

Abu Musa telah meminta izin tiga kali kepada Umar untuk memasuki rumahnya, tetapi tidak ada yang menjawab, lalu dia pergi, maka sahabat Umar menemuinya dan bertanya, “Mengapa kamu kembali?” Dia menjawab, “Saya mendengar Rasululloh bersabda,

Barangsiapa meminta izin tiga kali, lalu tidak diizinkan, maka hendaklah kembali. HR. Ahmad. Hadits ini shohih.

Adapun hikmah pemberitahuan minta izin hanya diberikan maksimal tiga kali, karena salam pertama agar mendengarnya, sedangkan yang kedua untuk menentukan sikap, yang ketiga untuk mengizinkan atau menolak.

Selanjutnya jika tidak diizinkan, janganlah berdiri di depan pintu, tetapi hendaknya segera pergi, karena shohibul bait-lah yang mempunyai urusan. Dan karena Alloh memberi udzur kepada shohibul bait untuk menolak tamu. HR. Ahmad. Hadits ini shohih.

Meminta izin ada beberapa cara, antara lain:

  1. Dengan mengetuk pintu atau menekan bel. Dari Jabir bin Abdillah bahwasanya ia berkata,

Aku datang kepada Nabi untuk membayar hutang ayahku, lalu aku mengetuk pintu. HR. Bukhari.

  1. Dengan memperlihatkan dirinya kepada penghuni rumah, dipersilahkan masuk apa tidak, sebagaimana yang diterangkan oleh imam Baihaqi. Lihat Kitab Syu’abul Iman: 6/436.
  2. Dengan mengucapkan salam maksimal tiga kali (bila shohibul bait seorang muslim). Lihat Fathul Bari: 11/94
  3. Dengan memberi isyarat, seperti dengan dehem. Sedangkan yang lebih utama adalah dengan bertasbih (yaitu -membaca- subhanalloh), agar shohibul bait mengerti bahwa tamu yang datang itu muslim. Lihat kitab Nawadirul Ushul Fii Ahaadits Ar Rasul: 3/90.
  4. Dengan mengucapkan salam lalu berkata, “Bolehkah aku (sebutkan nama) masuk rumah?” Hal ini pernah dilakukan oleh sahabat Umar ketika datang ke rumah Rasululloh dia berkata, “Hai Rasululloh, assalaamu ‘alaikum, bolehkan Umar masuk?” HR. Abu Dawud

Sedangkan tanda diperbolehkan masuk, apabila telah dibukakan pintu dan terdengar suara atau ada isyarat diizinkan masuk. Dalilnya dari Ibnu Mas’ud ia berkata, Rasululloh berkata kepadaku,

Tanda diizinkan engkau masuk bila tirai telah diangkat, dan engkau dibolehkan mendengarkan suatu yang kurahasiakan kecuali bila aku melarangmu. HR. Muslim.

Tidak Menghadap Ke Arah Pintu Masuk

Ketika tamu tiba di depan rumah, hendaknya tidak menghadap ke arah pintu. Tetapi hendaknya dia berdiri di sebelah pintu, baik di kanan maupun di sebelah kiri. Hal ini sebagaimana amalan Rasululloh.

Dari Abdulloh bin Bisyer ia berkata,

Adalah Rasululloh apabila mendatangi pintu suatu kaum, beliau tidak menghadapkan wajahnya ke depan pintu, tetapi berada di sebelah kanan atau kirinya dan mengucapkan “Assalamu ‘alaikum … assalamu ‘alaikum …” HR. Abu Dawud. Hadits ini shohih.

Hendaknya Menyebut Nama Yang Jelas

Ketika tuan rumah menanyakan nama, tamu tidak boleh menjawab dengan jawaban “saya” atau jawaban yang tidak jelas. Karena tujuan shohibul bait bertanya adalah ingin tahu siapa tamu itu dan untuk menentukan sikap apakah boleh masuk atau tidak.

Dari Jabir bin Abdulloh bahwasanya dia berkata,

Saya datang kepada Rasululloh untuk membayar hutang ayahku. Lalu aku mengetuk pintu rumahnya. Lalu beliau bertanya, “Siapa itu?” Lalu aku menjawab, “Saya.” Nabi berkata, “Saya? … Saya? … seakan-akan beliau tidak menyukainya. HR. Bukhori.

Dikutip dari majalah Al-Furqon 2/I/1423H hal 14 – 15.

TINGGALKAN KOMENTAR

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pengumuman Terbaru

Penerimaan Santri Baru 2023/2024

Arsip